Senin, 15 Juni 2015

KELENTENG THIEN IE KONG Samarinda Masuk Dalam Cagar Budaya

Kelenteng Thien Ie Kong yang berada di Kota Samarinda dan dibangun sejak jaman penjajahan Belanda termasuk  salah satu Cagar Budaya Kaltim yang perlu dilestarikan karena telah berusia 110 tahun. Bangunan yang berdiri sejak tahun 1905 tersebut masih berdiri kokoh walaupun pernah hampir terkena  bom Jepang yang dijatuhkan untuk menghancurkan pabrik pengolahan minyak goreng yang berada dibelakang kelenteng.



Ketua Kelenteng Thien Ie Kong,  mengatakan pada saat perayaan Imlek 2563 tahun ini, kelenteng Thien Ie Kong juga ramai mengadakan berbagai kegiaan keagamaan seperti sembahyang arwah umum, menyambut tahun baru Imlek, menyambut Dewa  Sing Beng turun dari langit, pembukaan malam purnama raya, Hari Raya Waisak, Hari Raya Tiong Chiu, Hari Raya Kongco Kong Tik Cun Ong, Hari Raya Gwan Siau.


“Kelenteng ini dibangun dari swadaya warga Tionghoa di Samarinda pada waktu ini, sehingga nama-nama penyumbang diabadikan di dinding klenteng,” jelasnya. Melihat usianya yang telah mencapai satu abad lebih, Dinas Pariwisata Provinsi Kalimantan Timur dan Badan Kepurbakalaan telah menetapkan kelenteng ini sebagai bangunan cagar budaya yang harus dilestarikan keberadaannya untuk mempertahankan nilai-nilai sejarah yang ada.

Sebagai bangunan cagar budaya, kelenteng ini kerap dikunjungi turis dari manca negara. Biasanya, wisatawan mengunjungi kelenteng ini sebelum melanjutkan perjalan wisata ke daerah wisata di pedalaman Kaltim. Selain turis dari mancanegara, masyarakat lokal pun sering berkunjung sekadar untuk berfoto di dalam dan sekitar kelenteng.



Kelenteng yang berada di Jalan Yos Sudarso Samarinda terletak di  muara Sungai Karang Mumus dan Sungai Mahakam ini bahan bangunannya  terbuat dari kayu yang  didatangkan khusus dari negeri Cina. Bahkan, rangkaian bangunan sudah dibuat dari negeri asalnya. Di Samarinda, kayu-kayu tersebut dirangkai menjadi satu. Uniknya, sambungan rangka tiang pada bangunan ini tidak menggunakan paku dari besi. Semuanya menggunakan pasak kayu, bahkan  engsel pintu pun terbuat dari kayu.



“Kelenteng ini tidak saja selalu ramai oleh wargaTionghoa, tetapi juga masyarakat yang sekitar yang ingin bersantai di bagian belakang klenteng. Para orangtua sering melakukan pertemuan di gazebo dan para remaja berolahraga,”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar