Kamis, 26 Desember 2013

PESONA DESA BUDAYA PAMPANG SAMARINDA

DESA Pampang didirikan pada era 1970-an oleh 5 kepala keluarga. Mengenai asal keluarga itu, ada dua versi yang diterima media ini, yakni dari Long Lees, Kecamatan Busang, Kutai Timur dan daerah Apokayan, Malinau. Yang pasti, keluarga ini adalah Suku Dayak Kenyah.

Hasil perbincangan media ini dengan Kepala Adat Dayak Kenyah Desa Budaya Pampang, Marten Abat dan staf humas adat, Penjaunjuk, diketahui perjuangan kelima keluarga ini sangatlah berat. Dari daerah asal, mereka mendayung perahu mereka dan berladang. Hingga akhirnya menetap di Kelurahan Sungai Siring, sekitar 20 kilometer dari Kota Samarinda.

Seiring waktu, sanak keluarga dan tetangga dari daerah asal mengikuti jejak kelima keluarga itu. Mereka akhirnya memilih menetap dan memenuhi kebutuhan hidup dengan cara bertani dan berladang. Adat budaya yang terus mereka bawa, membuat Pemprov Kaltim menjadikan Pampang sebagai Desa Budaya sekitar tahun 1991.
Rumah adat berbentuk lamin mereka dirikan ketika mereka tiba. Lamin itulah masih bisa wisatawan saksikan hingga. Bernama Lamin Adat Pemung Tawai, rumah adat itulah yang kini menjadi pusat hiburan bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Budaya Pampang.
Mulai berfoto dengan penari, warga yang berpakaian adat, hingga berfoto dengan warga yang memiliki telinga panjang.

LAMIN ADAT PAMPANG


Para Wanita Bertelinga Panjang










Lamin terbagi dalam tiga bagian, yakni bagian tengah yang telah dibangun sejak mereka tiba pertama kali, serta bagian sayap kanan dan kiri yang dibangun tahun 1994 dan 1997. Uniknya, pada bagian tengah, terdapat ukiran kayu ulin yang sangat indah.
Penjaunjuk yang juga menjadi penggerak kesenian dan penjaga kebersihan Lamin menjelaskan, dalam ukiran tersebut menggambarkan kondisi kehidupan sosial kemasyarakatan Suku Dayak Kenyah.
Dalam ukiran dikatakan terdapat ukiran sosok pria yang disebutnya sebagai kepala adat yang bertindak sebagai pemimpin. Selain itu, terdapat ukiran burung enggang di sisi kanan dan kiri atas bangunan yang dikatakan menggambarkan hidup damai.
Terdapat pula dua ukiran harimau di pojok kiri dan kanan bawah yang dijelaskan sebagai sosok pahlawan. Tak hanya itu, terdapat pula tempayan yang terletak tepat di bawah kaki ukiran kepala adat yang dijelaskan sebagai tempat berkumpulnya jiwa masyarakat.
Di bawah tempayan, terdapat ukiran gong yang dijelaskan sebagai pelindung. Sehingga selamat dari bencana. “Misalnya ada hujan batu, maka suku kami akan tetap aman,” terangnya.  Bahkan ia juga menggambarkan ukiran Naga tepat di bawah gong yang menjadi simbol penjaga ketika warga suku Dayak Kenyah pergi ke sungai.
Untuk mengingat asal usul mereka, warga selalu memperingati dalam bentuk kegiatan Pelas Tahun. “Acara itu menceritakan kisah-kisah masyarakat Pampang. Biasanya akan ditentukan tema-temanya sebelum acara. Setelah disepakati, baru akan digelar acaranya,” ucap Marten Abat yang menambahkan acara Pelas Tahun selalu digelas setiap bulan Juni.
Acara itu awalnya sempat ditinggalkan masyarakat setempat, karena kegiatan itu terkait masalah kepercayaan. Tapi, kegiatan itu kini kembali dilakukan. Bukan untuk ritual kepercayaan, tapi sebatas show atau pertunjukan.
Marten Abat meminta, acara Pelas Tahun seharusnya masuk dalam kalender kegiatan Pemkot Samarinda, sehingga dapat mengundang wisatawan datang ke Desa Budaya Pampang. Targetnya, perputaran uang akan besar dan kesejahteraan masyarakat juga meningkat.
“Tapi pelaksanaan selama ini selalu menggunakan dana swadaya masyarakat. Kalau pemerintah membantu, biasanya setelah dilaksanakan. Jika benar mau membantu, serahkan dananya ke kami. Nanti kami buatkan Pelas Tahun selama seminggu penuh. Sekarang ini, biasanya hanya 1 hari,” terangnya
Ada beberapa nama pejabat yang hingga kini masih melekat di telinga masyarakat, yakni mantan Wali Kota Samarinda, Kadrie Oening, dan mantan kepala Dinas Pariwisata Samarinda, Ismet dan Robby Hartono
“Walau bantuan dananya tidak sebesar yang diharapkan, tetapi pendekatan dan perhatian yang diberikan ke masyarakat membuat nama mereka terus diingat hingga kini. Sampai sekarang, belum ada lagi pejabat yang seperti itu. Kami harap Jaang bisa menjadi penerusnya,” harapnya. 
Pertunjukan Tari Tradisional di Desa Budaya Pampang



KEMEGAHAN MASJID ISLAMIC CENTER SAMARINDA

Bedug Yang Berdiri Di Depan Tangga
Mimbar Chatib
Interior Ruangan Dalam Masjid

Selasar Islamic

KUNJUNGAN KE KOTA PONTIANAK (KAL-BAR) & KUCHING SARAWAK MALAYSIA.

Selasa tanggal 1 Oktober 2013 bertolak dari Bandara Sepinggan Balikpapan menuju Bandara Soekarno Hatta (transit) dan melanjutkan penerbangan ke Kota Pontianak, sekitar jam 16.30 Wib tiba dengan selamat di Bandara Supadio Pontianak. Setelah Tiba langsung Makan di salahsatu Restoran di Kota Pontianak dan setelah itu menuju ke Hotel Star yang berlokasi di Jalan Gajah Mada. Rabu, 2 Oktober 2013, Kunjungan saya beserta rombongan Walikota Samarinda dan Sanggar Tari "Apau Punyaat" Samarinda adalah ke Monumen Tugu Khatulistiwa salahsatu icon Kota Pontianak, menuju ke Tugu saya naik Kapal Fery maklum salahsatu Jembatan tidak bisa dilewati karena penyanggah ditabrak ponton.



Sekitar Jam 13 chek out dari Star Hotel saya dan rombongan menuju ke Rumah Makan Depot 18 di Kota Pontianak, setelah itu menuju ke Rumah Adat Dayak PanjangRumah Randakng Pontianak Kalbar, kebanggaan masyarakat Dayak Kalbar.